Modalitas
belajar adalah kondisi atau cara belajar seseorang, di mana dengan memenuhi
syarat tertentu seseorang dapat menyerap lebih maksimal semua informasi yang ia
terima. Kadang-kadang di antara kita memiliki ”selera” atau ”kebiasaan” yang
berbeda-beda dalam menyiapkan bahan dan tempat belajar. Ada yang merasa nyaman
belajar di ruang sunyi dan bersih. Ada yang justru suka ditemani suara
musik. Ada juga yang sambil bergerak ke sana-kemari. Ini adalah kebutuhan
masing-masing; modalitas belajar masing-masing.
Sayangnya,
di sekolah, seringkali terdapat kasus di mana guru justru tidak memahami
modalitas belajar ini. Seorang anak yang lebih suka belajar dengan gerak-gerak
tertentu justru dimarahi dan mendapat hukuman di depan kelas karena dianggap
menimbulkan gangguan bagi teman-temannya. Padahal, mungkin saja si anak
melakukan itu karena memang ia lebih cepat memahami materi pelajaran
dengan cara demikian. Namun guru seringkali tidak peka terhadap hal ini, terutama apabila modalitas belajar si anak berbeda dengan si Guru.
Terdapat
3 tipe modalitas belajar;
- Kinestetik. Kinestetik adalah modalitas belajar terkait aktivitas dengan benda dan orang. Kinestetik juga erat kaitannya dengan gerak dan perasaan.
- Visual. Adalah modalitas belajar yang terkait dengan sarana visual, aktivitas melihat dan mengamati secara fisik, warna dan bentuk.
- Auditorial, adalah modalitas belajar yang terkait dengan suara, aktivitas mendengarkan dan memproduksi suara.
Adalah sangat penting bagi orangtua untuk
mengenali apa modalitas belajar sang anak. Seringkali modalitas belajar pada
seseorang tidak murni hanya salah satunya saja. Tetapi bisa gabungan dari dua
bahkan ketiga modalitas belajar. Meski demikian, umumnya tetap terdapat satu yang
dominan.
Barbara
Prashnig, dikutip oleh Amir Faisal dalam Menyiapkan Anak Jadi Juara
(2008) menyebutkan bahwa terdapat kecenderungan perkembangan modalitas belajar
anak sesuai usianya, sebagai berikut:
0 – 8 tahun : Kinestetik
8 – 11 tahun :
Visual
11 tahun ke atas :
Visual, Kinestetik dan Auditorial.
Pada
usia Balita hingga 8 tahun seorang anak mendapat pengetahuan melalui berhubungan
langsung dengan benda dan orang lain. Ia tertarik untuk menyentuh dan memainkan
benda-benda, melemparkannya, dan memberi perlakuan-perlakuan yang berhubungan
dengan gerak dan fisik. Ia belum dapat sepenuhnya memahami perintah atau
informasi yang semata-mata berwujud kata-kata yang diperdengarkan kepadanya.
Inilah sebabnya, mengapa anak-anak pada usia ini sangat sulit menerima nasihat
yang kita katakan kepadanya, dan bahkan seperti sengaja melakukan berbagai
aktivitas yang justru sudah sering dilarang. Ia tidak bisa diam dalam waktu lama dan seringkali
membuat orangtua atau pengasuhnya merasakan stres.
Setelah
melewati usia 8 tahun, perkembangan aspek visual mulai muncul. Dalam usia ini,
seorang anak sudah mulai mampu menyerap informasi melalui gambar, bentuk, warna
dan segala yang bisa diindera oleh mata. Ia membutuhkan alat peraga atau gambar
untuk lebih maksimal menerima pelajaran atau informasi apa pun. Ia juga mulai
suka menggambar dan menjelaskan atau bercerita juga dengan gambar atau dengan
mengindetikkan segala sesuatu dengan aspek visual yang sederhana. Ia juga mudah
terpukau kepada hal-hal yang hebat secara visualnya misalnya warna pakaian,
bentuk yang unik dan sebagainya. Pada usia ini, anak-anak lebih suka menikmati
film kartun, film fantasi, ataupun komik dan cergam karena lebih memukau secara
visual dan mereka lebih dapat menangkap informasinya dengan pola penyajian demikian.
Melawati
usia 11 tahun, seorang anak sudah mulai mampu menggunakan modalitas auditorialnya
dengan baik. Ia mulai dapat mendengarkan dan mengerti maksud pembicaraan, ia
mulai mempelajari dan mempraktikkan tata bahasa yang benar dan mulai
mengembangkan pula nada bicara seperti orangtua. Melalui pendengaran, ia dapat
pula menangkap makna yang berbeda berdasarkan perbedaan tekanan bicara. Ia
dapat membedakan apakah ibunya sedang memuji atau sedang memarahi. Usia 11 tahun sangat penting untuk mulai
secara serius menyelidiki potensi auditorialnya. Menyelidiki apakah ia memiliki
bakat khusus; apakah di bidang musik, menyanyi, berpidato, mendongeng, atau yang lain.
Ciri-ciri modalitas belajar dapat kita amati dari
perilaku anak-anak sehari-hari. Berikut adalah beberapa ciri yang bisa
dijadikan acuan dalam menilai modalitas belajar anak sebagaimana dicantumkan
Amir Faisal dalam Mendidik Anak Jadi Juara.
Kinestetik
- Berbicara dengan tempo lambat.
- Menanggapi perhatian fisik.
- Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian dari mereka.
- Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang.
- Selalu berorientasi pada fisik dan banyak bergerak.
- Mempunyai perkembangan awal oto-otot yang besar.
- Belajar melalui manipulasi dan praktik.
- Sering menghapal dengan cara berjalan-jalan.
- Menggunakan jari untuk menunjuk ketika membaca.
- Banyak menggunakan isyarat tubuh.
- Tidak dapat duduk diam dalam waktu yang lama.
- Tidak pandai melihat peta, kecuali mereka memang pernah berada di tempat itu.
- Menggunakan kata yang mengandung aksi atau mencerminkan aksi dengan gerakan utuh saat membaca.
- Kemungkinan tulisannya jelek.
- Ingin melakukan segala sesuatu.
- Menyukai permainan yang menyibukkan.
Visual
- Rapi dan teratur.
- Berbicara dengan cepat.
- Perencana dan pengatur jangka panjang yang baik.
- Teliti terhadap detil.
- Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun prestasi.
- Pengeja yang baik dan dapat melihat kata-kata yang sebenarnya dalam pikiran mereka.
- Lebih mudah mengingat apa yang dilihat daripada yang didengar.
- Mengingat dengan asosiaso visual.
- Biasanya tidak terganggu oleh keributan.
- Mempunyai masalah untuk mengingat instruksi verbal, kecuali jika ditulis, dan seringkali minta bantuan orang untuk mengulanginya.
- Pembaca cepat dan tekun.
- Lebih suka membaca daripada dibacakan.
- Membutuhkan pandangan dan tujuan menyeluruh dan bersikap waspada sebelum secara mental merasa pasti tentang suatu masalah atau proyek.
- Mencoret-coret tanpa arti selama berbicara dalam telepon dan dalam rapat.
- Lupa menyampaikan pesan verbal kepada orang lain.
- Sering menjawab pertanyaan dengan jawaban singkat ya atau tidak.
- Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato.
- Lebih suka seni rupa dan grafis daripada musik.
Auditorial
- Berbicara pada diri sendiri saat bekerja.
- Mudah terganggu oleh keributan.
- Menggerakkan bibir dan mengucapkan kata-kata yang tertulis di buku saat membaca.
- Senang membaca dengan suara keras dan mendengarkan.
- Dapat menirukan nada, irama dan warna suara orang lain.
- Merasa sulit menulis tetapi hebat jika bercerita.
- Berbicara dalam irama yang terpola.
- Umumnya pada masa dewasa ia adalah pembicara yang fasih.
- Lebih meyukai musik daripada seni rupa dan grafis.
- Lebih mudah belajar dengan mendengarkan diskusi.
- Suka berbicara, berdiskusi, dan dan menjelaskan segala sesutu dengan panjang lebar.
- Memiki kekurangan pada pekerjaan yang berhubungan dengan visual seperti memotong sesuatu menjadi bagian-bagian yang sama.
- Lebih pandai mengeja dengan keras daripada menuliskannya. Lebih suka gurauan lisan daripada membaca komik.
Pengamatan mengenai modalitas belajar
manakah yang ada pada putra-putri kita sangatlah penting. Dengan memahami hal itu, kita akan menemukan cara yang lebih efektif dalam mendidik dan
mengembangkan bakat mereka. Sebagai contoh, seandainya kita tahu bahwa
anak kita cenderung auditorial, maka kita tidak bisa sekadar membelikannya
buku-buku cerita anak untuk memberikan pelajaran moral dan tanggung jawab,
tetapi kita juga perlu membacakannya dan menceritakan poin-poin penting dari
cerita itu. Sebaliknya, ketika kita sudah tahu bahwa anak kita adalah
kinestetik, janganlah merasa khawatir jika ia belajar sambil bergerak ke
sana-kemari atau tidak bisa duduk diam di depan meja belajar. Ia bukan malas atau membandel, tapi justru sedang belajar. (**Redaksi Kreatif RN)
0 komentar:
Posting Komentar