DALAM SEJARAH peradaban manusia, emas sudah dikenal jauh sejak era sebelum masehi. Persisnya pada tahun 4000 Sebelum Masehi (SM), emas mulai dikenal sebagai barang berharga. Entah karena bentuk dan kemilaunya yang memikat, entah juga karena termasuk barang yang sulit ditemukan; yang jelas saat itu manusia sudah mulai memandang bahwa emas adalah benda bernilai. Beberapa sumber mengatakan bahwa kemungkinan besar emas pertama kali ditemukan (ditambang) di Pegunungan Alpen Transilvania atau di Gunung Pangaion di Thrace. Kini, wilayah tersebut masuk ke dalam bagian negara Bulgaria (kawasan Balkan). Sejumlah catatan justru menyebutkan bahwa emas pertama kali ditemukan dalam bentuk kepingan di Spanyol. Pada perkembangannya, saat itu emas kemudian kian dikenal sebagai perhiasan. Walau, penggunaannya kala itu masih terbilang terbatas pada lingkup penguasa dan lingkungan kerajaan saja.
Di
kawasan Asia, kita menemukan fakta bahwa emas sudah mulai digunakan sebagai
bahan dasar perhiasan sejak tahun 3000 SM. Tepatnya, di daerah Sumeria, Irak
Selatan. Dan tahukah Anda, bahwa model dan desain perhiasan emas kala itu ternyata
masih terus menginspirasi proses pembuatan perhiasan emas hingga ribuan tahun
berikutnya. Bahkan, sampai saat ini. Kemudian di Cina, pada 1091 SM emas bukan
lagi dipakai sebagai perhiasan semata. Tapi juga sudah digunakan sebagai alat
tukar. Waktu itu, rancangannya berbentuk kotak persegi dan berukuran cukup
kecil.
Sementara
di benua Afrika, diketahui pada 2500 SM emas juga sudah kerap digunakan sebagai
perhiasan. Ini terbukti dari penemuan beragam jenis dan bentuk perhiasan yang
dikubur bersama jasad Raja Tomb of Djer, penguasa dinasti Mesir kuno pertama,
di wilayah Abydos. Sang Raja juga dimakamkan bersama perhiasan berharga lain
miliknya yang bukan berbahan emas. Kalau Raja Tomb of Djer dimakamkan bersama
sejumlah koleksi perhiasannya, maka agak berbeda dengan Raja Tutankhamon. Raja
bangsa Circa yang pernah jaya di era Mesir kuno pada 1932 SM itu, dikubur
dengan menggunakan peti berbahan emas. Sebagai bukti penghargaan rakyat Circa
terhadap sang Raja, bobot emas yang terkandung pada peti itu mencapai satu
seperempat ton. Anda tentu bisa membayangkan bukan, bagaimana beratnya dan
seberapa nilai peti itu!
Masih
di seputar Afrika. Pada 1500 SM, emas membuat Mesir dipandang dunia sebagai
negara sangat kaya. Apalagi, saat itu emas sudah menjadi alat tukar resmi dalam
praktik perdagangan internasional. Menurut fakta sejarah, konon Nubia menjadi
kawasan penyokong jumlah stok emas terbesar bagi kerajaan Mesir. Daerah itu
dikenal memiliki cadangan kandungan emas yang sangat kaya dan melimpah. Waktu
itu, bangsa Mesir bukan saja kaya kandungan emas, tapi juga dikenal cerdas
dalam mengolah dan merawat emas. Ya, di tahun 1200 SM Mesir menemukan, bahwa
membungkus emas dengan selembar daun khusus dapat membuat emas lebih terawat.
Sayangnya, dari banyak sumber yang ditelusuri tidak diketahui jenis daun khusus
itu. Kemudian, di era yang hampir sama bangsa Mesir juga sudah mencoba
mencampur emas dengan jenis logam lain untuk meningkatkan kekerasannya. Bahkan,
kala itu bangsa Mesir sudah bisa membuat emas dengan beragam pilihan warna,
seperti hijau, merah, atau ungu. Itu mereka lakukan dengan mencelupkan emas ke
dalam campuran berbagai cairan khusus.
Lebih
dari itu, di era ini bangsa Mesir juga sudah mulai lihai menggunakan teknik Lost Wax atau ‘cetak tuang’ dalam proses
pengolahan emas. Sebagaimana kita tahu, bahwa hingga kini teknik itu masih selalu
digunakan berbagai produsen emas lantakan di dunia dalam proses pembuatan
produknya.
Pada
perjalannya, pemahaman emas sebagai benda bernilai terus tersebar ke seluruh
penjuru bumi. Ini tentu tidak lepas dari pengaruh sistem perdagangan
internasional yang kala itu sudah memakai emas sebagai alat tukar atau alat
transaksi resmi yang sah antarkerajaan. Bersamaan itu, emas yang tadinya hanya dipakai
sejumlah kerajaan sebagai alat tukar resmi, belakangan mulai banyak dinasti
kerajaan di dunia yang juga melakukan hal sama. Contohnya kekaisaran Romawi,
yang pada 50 SM mulai menetapkan emas berbentuk koin (Aures) sebagai alat tukar
resmi di kalangan rakyatnya. Itu pulalah yang menandakan untuk pertama kalinya
benua Eropa menggunakan emas sebagai alat tukar yang sah.
Sejarah Emas Indonesia di Tanah Sumatra
Lalu
bagaimana di Indonesia? Menurut berbagai data sejarah, emas sudah dikenal nenek
moyang kita sejak awal abad masehi. Terutama digunakan sebagai perhiasan atau
lambang kejayaan dan kekuasaan kerajaan. Antara abad ke-6 dan ke-7, emas
berbentuk koin sudah dipakai sebagai alat tukar resmi di sejumlah daerah
pesisir Kerajaan Sriwijaya dan sebagian besar Sumatra. Data itu diperoleh dari
catatan seorang Pendeta asal Tiongkok bernama I-tsing. Dalam sebuah dokumen
tuanya, Pendeta melaporkan bahwa kala itu transaksi, termasuk yang dilakukan
para pengunjung dengan orang pribumi Sumatra, sudah menggunakan koin emas.
Sebagai tambahan, kala itu bentuk koin yang digunakan belum benar-benar bulat.
Melainkan masih cenderung kekotak-kotakan.
Di
masa Mataram kuno, tepatnya abad ke-8, emas kian menjadi simbol kemakmuran suatu
kerajaan. Termasuk di kerajaan Mataram Kuno, emas digunakan sebagai bahan dasar
mahkota dan pernak-pernik kerajaan lainnya. Selain itu, tidak berbeda dengan
masa kerajaan Sriwijaya, pada waktu Mataram kuno berkuasa emas berbentuk koin juga
sudah dipakai sebagai alat transaksi resmi. Beberapa di antaranya bernama koin
Masa 2,40 gram, Kupang 0,60 gram, ½ Kupang 0,30 gram, atau Saga dengan berat
0,119 gram.
Hingga
berabad-abad kemudian, emas tetap merupakan ‘primadona’ bagi kerajaan-kerajaan
lain di seluruh penjuru Nusantara. Misalnya pada kerajaan Jenggala (1024-1130
SM), Samudra Pasai (1279 M), atau kerajaan Majapahit yang dalam catatan sejarah
dikenal sangat agung karena wilayah kekuasaannya mencakup hingga Semenanjung
Malaya dan Filipina Selatan. Lagi-lagi penggunaannya masih sebagai perhiasan
atau pernak-pernik yang melambangkan kekuasaan dan gengsi kerajaan, serta
menjadi bahan dasar pembuatan alat tukar resmi (koin emas). Nah, memasuki era
Jenggala, koin emas tidak lagi berbentuk kotak seperti yang dikisahkan di atas.
Tapi, sudah hampir sempurna berbentuk bulat.
Tingginya
penggunaan sekaligus anggapan nilai terhadap emas pada masa kerajaan Nusantara,
membuat sejumlah kerajaan kala itu mulai membuka pusat-pusat pertambangan emas.
Terutama di daerah Sumatra. Pulau di wilayah paling barat Nusantara itu konon
dikenal sebagai surga emas oleh para saudagar dari tanah Arab. Kabar itu pula yang
akhirnya sampai ke tanah Eropa. Entah benar atau tidak, mungkin itulah salah
satu faktor yang dulu melatari beberapa bangsa Eropa, termasuk Belanda, untuk
datang ke Nusantara dan mengeruk hasil kekayaan alamnya. Sebagaimana diketahui,
hingga kini pun Sumatra memang terkenal kaya akan kandungan emas dan hasil
tambang lainnya. Soal kualitas, masyarakat di Pulau Jawa sendiri mengakui bahwa
emas asal Sumatra jauh relatif lebih bagus. Baik dari sisi kehalusan tekstur
dan ketajaman kilau warnanya.
Menurut
berbagai data sejarah, pusat pertambangan emas tertua di Indonesia bernama
Salida. Dulu lokasinya ada di Pesisir Selatan Sumatra. Salida bahkan disebutkan
sudah ada sejak zaman prasejarah. Kabarnya, kegiatan eksplorasi dan pengolahan
emas di Salida kian aktif ketika Belanda, melalui VOC, datang ke Sumatra. Selain
Salida di Sumatra, pada abad ke-4 kemudian berdiri pusat pertambangan emas di
Kalimantan, Alluvial. Sekitar tiga abad berikutnya, berdiri juga pusat pertambangan
emas Lebong Tandai, masih di seputar wilayah Kalimantan.
Ketika
penjajahan Belanda terus berlanjut, praktik pertambangan emas di berbagai
penjuru negeri ini pun kian tumbuh. Demi memaksimalkan proses eksploitasinya,
Belanda mendirikan sejumlah perusahaan dalam mengelola setiap lokasi pertambangan
emas. Itu berlangsung selama lebih dari tiga abad, sesuai lamanya Belanda
menjajah tanah Indonesia. Bayangkan, berapa banyak emas yang berhasil dikeruk
bangsa penjajah itu; tapi tanpa pernah rakyat pribumi merasakan ‘kemilau’-nya.
Singkat
cerita, ketika negeri ini merdeka, Pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh
unit usaha tambang emas milik Belanda. Pemerintah kemudian menasionalisasikannya
ke dalam bentuk unit-unit usaha baru yang dikelola secara mandiri. Pemerintah
juga bekerja sama dengan beberapa perusahaan asing dalam mengelola
sumber-sumber tambang emas yang membutuhkan teknologi pengelolaan tinggi serta
terpadu. Salah satu hasilnya adalah yang kini telah bertahun-bertahun
‘menguras’ emas di Tanah Papua, PT Freeport. Sebagaimana kita tahu, perusahaan
hasil kerjasama Pemerintah dengan negeri Paman Sam, Amerika, itu merupakan
salah satu dari sekian perusahaan tambang emas terbesar di dunia. Ya, negeri
ini yang punya sumber daya alamnya, tapi justru negeri asing ―yang bahkan tidak
punya tambang emas sama sekali―yang lebih banyak menikmati hasilnya. Ironi
memang!
Sumber Foto: http://www.romania-insider.com/
0 komentar:
Posting Komentar