Jumat, 11 November 2011

Sejarah Panjang Kemilau Emas


DALAM SEJARAH peradaban manusia, emas sudah dikenal jauh sejak era sebelum masehi. Persisnya pada tahun 4000 Sebelum Masehi (SM), emas mulai dikenal sebagai barang berharga. Entah karena bentuk dan kemilaunya yang memikat, entah juga karena termasuk barang yang sulit ditemukan; yang jelas saat itu manusia sudah mulai memandang bahwa emas adalah benda bernilai. Beberapa sumber mengatakan bahwa kemungkinan besar emas pertama kali ditemukan (ditambang) di Pegunungan Alpen Transilvania atau di Gunung Pangaion di Thrace. Kini, wilayah tersebut masuk ke dalam bagian negara Bulgaria (kawasan Balkan). Sejumlah catatan justru menyebutkan bahwa emas pertama kali ditemukan dalam bentuk kepingan di Spanyol. Pada perkembangannya, saat itu emas kemudian kian dikenal sebagai perhiasan. Walau, penggunaannya kala itu masih terbilang terbatas pada lingkup penguasa dan lingkungan kerajaan saja.

Di kawasan Asia, kita menemukan fakta bahwa emas sudah mulai digunakan sebagai bahan dasar perhiasan sejak tahun 3000 SM. Tepatnya, di daerah Sumeria, Irak Selatan. Dan tahukah Anda, bahwa model dan desain perhiasan emas kala itu ternyata masih terus menginspirasi proses pembuatan perhiasan emas hingga ribuan tahun berikutnya. Bahkan, sampai saat ini. Kemudian di Cina, pada 1091 SM emas bukan lagi dipakai sebagai perhiasan semata. Tapi juga sudah digunakan sebagai alat tukar. Waktu itu, rancangannya berbentuk kotak persegi dan berukuran cukup kecil.        

Sementara di benua Afrika, diketahui pada 2500 SM emas juga sudah kerap digunakan sebagai perhiasan. Ini terbukti dari penemuan beragam jenis dan bentuk perhiasan yang dikubur bersama jasad Raja Tomb of Djer, penguasa dinasti Mesir kuno pertama, di wilayah Abydos. Sang Raja juga dimakamkan bersama perhiasan berharga lain miliknya yang bukan berbahan emas. Kalau Raja Tomb of Djer dimakamkan bersama sejumlah koleksi perhiasannya, maka agak berbeda dengan Raja Tutankhamon. Raja bangsa Circa yang pernah jaya di era Mesir kuno pada 1932 SM itu, dikubur dengan menggunakan peti berbahan emas. Sebagai bukti penghargaan rakyat Circa terhadap sang Raja, bobot emas yang terkandung pada peti itu mencapai satu seperempat ton. Anda tentu bisa membayangkan bukan, bagaimana beratnya dan seberapa nilai peti itu! 

Masih di seputar Afrika. Pada 1500 SM, emas membuat Mesir dipandang dunia sebagai negara sangat kaya. Apalagi, saat itu emas sudah menjadi alat tukar resmi dalam praktik perdagangan internasional. Menurut fakta sejarah, konon Nubia menjadi kawasan penyokong jumlah stok emas terbesar bagi kerajaan Mesir. Daerah itu dikenal memiliki cadangan kandungan emas yang sangat kaya dan melimpah. Waktu itu, bangsa Mesir bukan saja kaya kandungan emas, tapi juga dikenal cerdas dalam mengolah dan merawat emas. Ya, di tahun 1200 SM Mesir menemukan, bahwa membungkus emas dengan selembar daun khusus dapat membuat emas lebih terawat. Sayangnya, dari banyak sumber yang ditelusuri tidak diketahui jenis daun khusus itu. Kemudian, di era yang hampir sama bangsa Mesir juga sudah mencoba mencampur emas dengan jenis logam lain untuk meningkatkan kekerasannya. Bahkan, kala itu bangsa Mesir sudah bisa membuat emas dengan beragam pilihan warna, seperti hijau, merah, atau ungu. Itu mereka lakukan dengan mencelupkan emas ke dalam campuran berbagai cairan khusus.       

Lebih dari itu, di era ini bangsa Mesir juga sudah mulai lihai menggunakan teknik Lost Wax atau ‘cetak tuang’ dalam proses pengolahan emas. Sebagaimana kita tahu, bahwa hingga kini teknik itu masih selalu digunakan berbagai produsen emas lantakan di dunia dalam proses pembuatan produknya.

Pada perjalannya, pemahaman emas sebagai benda bernilai terus tersebar ke seluruh penjuru bumi. Ini tentu tidak lepas dari pengaruh sistem perdagangan internasional yang kala itu sudah memakai emas sebagai alat tukar atau alat transaksi resmi yang sah antarkerajaan. Bersamaan itu, emas yang tadinya hanya dipakai sejumlah kerajaan sebagai alat tukar resmi, belakangan mulai banyak dinasti kerajaan di dunia yang juga melakukan hal sama. Contohnya kekaisaran Romawi, yang pada 50 SM mulai menetapkan emas berbentuk koin (Aures) sebagai alat tukar resmi di kalangan rakyatnya. Itu pulalah yang menandakan untuk pertama kalinya benua Eropa menggunakan emas sebagai alat tukar yang sah.    

Sejarah Emas Indonesia di Tanah Sumatra
Lalu bagaimana di Indonesia? Menurut berbagai data sejarah, emas sudah dikenal nenek moyang kita sejak awal abad masehi. Terutama digunakan sebagai perhiasan atau lambang kejayaan dan kekuasaan kerajaan. Antara abad ke-6 dan ke-7, emas berbentuk koin sudah dipakai sebagai alat tukar resmi di sejumlah daerah pesisir Kerajaan Sriwijaya dan sebagian besar Sumatra. Data itu diperoleh dari catatan seorang Pendeta asal Tiongkok bernama I-tsing. Dalam sebuah dokumen tuanya, Pendeta melaporkan bahwa kala itu transaksi, termasuk yang dilakukan para pengunjung dengan orang pribumi Sumatra, sudah menggunakan koin emas. Sebagai tambahan, kala itu bentuk koin yang digunakan belum benar-benar bulat. Melainkan masih cenderung kekotak-kotakan.   

Di masa Mataram kuno, tepatnya abad ke-8, emas kian menjadi simbol kemakmuran suatu kerajaan. Termasuk di kerajaan Mataram Kuno, emas digunakan sebagai bahan dasar mahkota dan pernak-pernik kerajaan lainnya. Selain itu, tidak berbeda dengan masa kerajaan Sriwijaya, pada waktu Mataram kuno berkuasa emas berbentuk koin juga sudah dipakai sebagai alat transaksi resmi. Beberapa di antaranya bernama koin Masa 2,40 gram, Kupang 0,60 gram, ½ Kupang 0,30 gram, atau Saga dengan berat 0,119 gram.    

Hingga berabad-abad kemudian, emas tetap merupakan ‘primadona’ bagi kerajaan-kerajaan lain di seluruh penjuru Nusantara. Misalnya pada kerajaan Jenggala (1024-1130 SM), Samudra Pasai (1279 M), atau kerajaan Majapahit yang dalam catatan sejarah dikenal sangat agung karena wilayah kekuasaannya mencakup hingga Semenanjung Malaya dan Filipina Selatan. Lagi-lagi penggunaannya masih sebagai perhiasan atau pernak-pernik yang melambangkan kekuasaan dan gengsi kerajaan, serta menjadi bahan dasar pembuatan alat tukar resmi (koin emas). Nah, memasuki era Jenggala, koin emas tidak lagi berbentuk kotak seperti yang dikisahkan di atas. Tapi, sudah hampir sempurna berbentuk bulat.

Tingginya penggunaan sekaligus anggapan nilai terhadap emas pada masa kerajaan Nusantara, membuat sejumlah kerajaan kala itu mulai membuka pusat-pusat pertambangan emas. Terutama di daerah Sumatra. Pulau di wilayah paling barat Nusantara itu konon dikenal sebagai surga emas oleh para saudagar dari tanah Arab. Kabar itu pula yang akhirnya sampai ke tanah Eropa. Entah benar atau tidak, mungkin itulah salah satu faktor yang dulu melatari beberapa bangsa Eropa, termasuk Belanda, untuk datang ke Nusantara dan mengeruk hasil kekayaan alamnya. Sebagaimana diketahui, hingga kini pun Sumatra memang terkenal kaya akan kandungan emas dan hasil tambang lainnya. Soal kualitas, masyarakat di Pulau Jawa sendiri mengakui bahwa emas asal Sumatra jauh relatif lebih bagus. Baik dari sisi kehalusan tekstur dan ketajaman kilau warnanya.

Menurut berbagai data sejarah, pusat pertambangan emas tertua di Indonesia bernama Salida. Dulu lokasinya ada di Pesisir Selatan Sumatra. Salida bahkan disebutkan sudah ada sejak zaman prasejarah. Kabarnya, kegiatan eksplorasi dan pengolahan emas di Salida kian aktif ketika Belanda, melalui VOC, datang ke Sumatra. Selain Salida di Sumatra, pada abad ke-4 kemudian berdiri pusat pertambangan emas di Kalimantan, Alluvial. Sekitar tiga abad berikutnya, berdiri juga pusat pertambangan emas Lebong Tandai, masih di seputar wilayah Kalimantan.  
     
Ketika penjajahan Belanda terus berlanjut, praktik pertambangan emas di berbagai penjuru negeri ini pun kian tumbuh. Demi memaksimalkan proses eksploitasinya, Belanda mendirikan sejumlah perusahaan dalam mengelola setiap lokasi pertambangan emas. Itu berlangsung selama lebih dari tiga abad, sesuai lamanya Belanda menjajah tanah Indonesia. Bayangkan, berapa banyak emas yang berhasil dikeruk bangsa penjajah itu; tapi tanpa pernah rakyat pribumi merasakan ‘kemilau’-nya.

Singkat cerita, ketika negeri ini merdeka, Pemerintah Indonesia mengambil alih seluruh unit usaha tambang emas milik Belanda. Pemerintah kemudian menasionalisasikannya ke dalam bentuk unit-unit usaha baru yang dikelola secara mandiri. Pemerintah juga bekerja sama dengan beberapa perusahaan asing dalam mengelola sumber-sumber tambang emas yang membutuhkan teknologi pengelolaan tinggi serta terpadu. Salah satu hasilnya adalah yang kini telah bertahun-bertahun ‘menguras’ emas di Tanah Papua, PT Freeport. Sebagaimana kita tahu, perusahaan hasil kerjasama Pemerintah dengan negeri Paman Sam, Amerika, itu merupakan salah satu dari sekian perusahaan tambang emas terbesar di dunia. Ya, negeri ini yang punya sumber daya alamnya, tapi justru negeri asing ―yang bahkan tidak punya tambang emas sama sekali―yang lebih banyak menikmati hasilnya. Ironi memang!  

Sumber Foto: http://www.romania-insider.com/     



0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More